Selasa, 30 November 2021

MAKALAH BAIK

Secara umum sistematika penyusunan makalah adalah sebagai berikut :


HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN KATA PENGANTAR
HALAMAN DAFTAR ISI
HALAMAN DAFTAR GAMBAR/GRAFIK

BAB I : PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
1.2. TUJUAN
1.3. PERMASALAHAN

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

BAB III : PEMBAHASAN

BAB IV : PENUTUP




Senin, 22 November 2021

 



Berikut jawaban kuis 1.a.1. Miskonsepsi Konsep Dasar Literasi Numerasi Guru Belajar Seri Literasi dan Numerasi :

1. Ada pandangan yang mengemukakan bahwa tradisi bertutur yang telah mengakar, tumbuh dan berkembang di masyarakat adalah menghambat literasi membaca (reading literacy) utamanya minat, kegemaran dan budaya membaca masyarakat. Bagaimana menurut bapak dan ibu mengenai hal ini?

Kelisanan dan literasi sering diurutkan dalam sebuah kontinuum yang linear. Seolah ketika sebuah bangsa memasuki era literasi atau memiliki perilaku literat, mereka telah menanggalkan budaya kelisanan (Dewayani, 2017; 16). Apabila ditelusuri lebih jauh, masyarakat zaman ‘kuno’ sebelum muncul huruf alfabet (abjad), mereka terbiasa mengemukakan ide maupun berkomunikasi secara lisan. Dari generasi ke generasi, karya intelektual diantara mereka diwariskan melalui tradisi dan budaya bertutur (orality). Kemampuan dan keterampilan retorika justru merupakan suatu kebanggaan dan keunggulan yang menggambarkan tingkat kecerdasan yang dimiliki. Orality bukan merupakan kebiasaan bangsa Indonesia saja tetapi juga bangsa Arab yang dikenal dengan ummi (tidak membiasakan membaca dan menulis) (al Alusi, t.t.; 38-48)  dan bangsa Yunani dan Romawi. Ternyata tidak secara otomatis, suatu masyarakat yang terbiasa menggunakan lisan dan belum mengembangkan -secara formal- kebiasaan membaca dan menulis dapat dijuluki illiterate. Meski pengertian asal literasi adalah kemampuan untuk membaca dan menulis (ability to read and write), sehingga karenanya masyarakat yang mempraktekkan membaca dan menulis dikenal sebagai literate society, namun bukan berarti mereka yang masih menggunakan bahasa lisan bisa dituding tidak literat. Relasi antara tradisi bertutur (orality) dan literasi, sangat kompleks dan harus dipandang secara komprehensif  (Harris, 1991, Thomas, 1992, Ong, 2002). Cara pandang ini yang harus kita pergunakan untuk memahami hubungan tradisi dan budaya lisan dengan literasi (dalam artian, membaca dan menulis) pada konteks masyarakat dan sosial budaya Indonesia sehingga tidak lagi muncul pendapat yang menyatakan bahwa rendahnya minat baca masyarakat kita disebabkan karena adanya kebiasaan bertutur (orality). Jika ditinjau dari keterampilan berbahasa (language skills), justru terdapat hubungan yang sangat erat antara kecakapan berbahasa lisan dengan kesiapan membaca. Pengetahuan mendalam yang menarik bagaimana murid-murid memperoleh pengetahuan awal mereka mengenai kerja literasi didapatkan dari proses-proses yang mana mereka mempelajari bahasa lisan (spoken language) (Ray dan Medwell, 1991;70-71). Semakin kaya murid-murid mendapatkan keluasan dan keragaman kosa kata, ujaran yang jelas dan lancar, kian melengkapi kekayaan bahasa mereka secara kognitif untuk mendukung kesiapan keterampilan membaca mereka. Berbicara mengenai pengalaman akan memperluas stok konsep-konsep dan asosiasi kosa kata murid-murid (Anderson, 1985; 21-22). Pengalaman-pengalaman cerita memiliki signifikansi yang tinggi di dalam kehidupan kita dan di dalam perkembangan literasi, terutama murid-murid mendapatkannya dari cerita-cerita. Narasi bahkan menjadi aktivitas bahasa paling tua dan paling dasar (Whitehead, 1990, 97-98). 

Dari berbagai penelitian memperlihatkan bahwa secara umum berbahasa lisan turut melengkapi suatu latar belakang pengalaman yang menguntungkan serta keterampilan bagi pembelajaran membaca. Kemampuan itu meliputi ujaran yang jelas dan lancar, diksi yang luas, dan beraneka ragam, penggunaan kalimat-kalimat yang lengkap dan sempurna jikalau diperlukan, perbedaan pendengaran yang tepat, dan kemampuan mengikuti serta menelusuri perkembangan urutan suatu cerita, atau menghubungkan aneka peristiwa dalam urutan yang wajar. Sesungguhnya penumbuhan budaya keaksaraan adalah dimulai dari keluarga. Ini yang lazim disebut emerging literacy. Emergent literacy menganggap bahwa perkembangan bahasa lisan tidak merupakan prasyarat untuk perkembangan bahasa tulis. Keduanya justru berkembang serentak dan saling mendukung dan mempermudah. Penumbuhan budaya keaksaraan ini dapat dilakukan melalui percakapan orang tua dan murid, mendengarkan, dan bercerita (Akhadiah, 1998; 33-35). 

Di rumah, murid-murid memperoleh konsep untuk memahami sesuatu, kejadian, pikiran dan perasaan serta kosa kata bahasa lisan untuk mengekspresikan konsep-konsep tersebut. Mereka mendapatkan tata bahasa (grammar) dasar bahasa lisan (oral language). Banyak murid mempelajari sesuatu mengenai bentuk-bentuk cerita, bagaimana bertanya dan menjawab pertanyaan, dan bagaimana menerima sedikit ataupun kadang-kadang banyak berupa huruf-huruf dan kata-kata. Perkembangan awal pengetahuan mempersyaratkan membaca datang dari pengalaman berbicara dan belajar tentang dunia. Membaca tergantung pada pengetahuan yang luas. Pengalaman yang luas semata adalah tidak cukup. Ada cara yang mana orangtua berbicara ke murid-murid mereka tentang suatu pengalaman yang mempengaruhi pengetahuan apa yang murid-murid peroleh dari pengalaman itu dan kemampuan mereka berikutnya untuk menggambarkan perihal pengetahuan tersebut ketika membaca. Berbicara mengenai pengalaman akan memperluas stok konsep-konsep dan asosiasi kosa kata murid-murid (Suprajogo, 2020).

2. Di masyarakat terdapat tuntutan bahwa murid-murid usia dini harus diajarkan membaca, menulis dan berhitung (calistung). Tepatkah untuk memperoleh keterampilan dan kecerdasan literasi, mereka harus diajarkan calistung?

Sebenarnya murid usia dini yang terpenting adalah ditumbuhkan minat, kegemaran dan budaya literasinya. Mereka bisa belajar membaca, menulis dan berhitung dengan cara yang menyenangkan dan tidak dipaksa.  Pandangan tentang murid usia dini harus bisa calistung dipicu oleh tuntutan saat memasuki  sekolah dasar. Secara formal, kurikulum PAUD/TK memang tidak mengajarkan adanya aktivitas calistung (membaca, menulis dan berhitung). Namun terdapat anggapan  bahwa murid yang tidak bisa calistung maka akan menjumpai  kesulitan ketika memasuki jenjang SD. Alasan yang dikemukakan, diantaranya adalah kompleksitas teks pelajaran di SD dan untuk memahaminya setiap murid dituntut bisa calistung.

Pada beberapa sekolah bahkan kemampuan calistung menjadi pra-syarat masuk  sekolah dasar. Selain itu pembelajaran di sekolah dasar kelas awal hingga soal-soal ujian formatif maupun sumatif murid sekolah dasar didesain untuk murid yang sudah bisa membaca dan menulis. Di masyarakat, kita dengan mudah menjumpai PAUD maupun TK yang mempromosikan kelebihan sekolahnya memiliki program baca tulis dan menggaransi ketika murid lulus bisa calistung, justru banyak diminati. Berawal dari pola pikir orangtua ini, seringkali guru hanya fokus mengembangkan potensi akademik (calistung) pada peserta didik, sehingga ada yang kecenderungan untuk mengabaikan berbagai potensi non akademiknya. Para guru dengan tuntutan ini sering dihadapkan kepada dua pilihan. Memilih mengikuti selera pasar atau bertahan pada idealisme pembelajaran yang sesuai dengan usia dan tahapan perkembangan murid (developmentally appropriate practice).

Mengikuti penumbuhan budaya keaksaraan sejak dari rumah. Belajar membaca dan menulis tidak memerlukan pelajaran privat khusus. Alih-alih melalui pembelajaran langsung dan formal, murid-murid mempelajari bahasa tulis melalui interaksi dengan orang dewasa dalam situasi keaksaraan, dengan menjelajah sendiri berbagai tulisan. murid melalui pengamatan terhadap orangtuanya, menggunakan bahasa tulis untuk berkomunikasi. Mereka ‘mempelajari’ bahasa tulis dengan cara alamiah seperti dalam mempelajari bahasa lisan (Pappas, 1995; 19 dalam Akhadiah, 1998; 35)


Minggu, 21 November 2021

Hikmah Pengimbasan Guru Belajar Literasi Numerasi

Hikmah yang dapat diambil oleh Guru belajar Literasi dan Numerasi adalah :

  1. Guru akan terbiasa mengintegrasikan literasi numerasi didalam pembelajarannya 
  2. Guru akan membiasakan siswa dengan pemahaman terhadap gagasan rumit dari aneka bacaan yang diberikan kesiswa
  3. Meningkatkan wawasan
  4. Literasi numerasi bisa menjadi jembatan yang akan mengantarkan tiap individu masuk dalam kehidupan dengan beragam pola bahwa hidup juga mempunyai level kompleksitas yang berbeda dan cara penyelesaiannya pun tak sama
  5. Meningkatkan rasa percaya diri dan kepribadian guru
  6. Mempunyai banyak perspektif
  7. Guru harus tetap menerapkannya dalam pembelajaran sehari-hari. Sehingga, siswa akan terbiasa dan bisa mengaplikasikan dalam keseharian mereka.

Selasa, 16 November 2021

MATERIAL, ORNAMENT DAN BAHAN FINISHING INTERIOR

 A. Material pada Desain Interior 

Material pada desain interior yaitu bahan yang diperlukan dalam suatu desain interior. Tujuannya adalah untuk menciptakan ruangan yang indah dan menarik. Bahan yang sering digunakan dalam desain interior adalah sebagai berikut.

1. Bahan Furnitur 
a. Kayu solid (solid wood) 
Kayu merupakan material alami yang sering dipakai sebagai bahan dasarfurnitur. Selain bentuknya yang indah dan memiliki banyak sumber, pengolahan kayu relatif mudah. Kayu sangat digemari, khususnya di Indonesia. Salah satu jenis kayu yang perlu diketahui adalah kayu solid (solid wood). Solid wood merupakan kayu yang diolah secara langsung dari jenis pohon kayu yang digemari karena memiliki ketahanan serta keawetan tinggi. Kayu solid berasal dari batang-batang pohon. Batang-batang tersebut dipotong menjadi balok-balok kotak atau berbentuk papan. Kayu solid adalah bahan umum mebel dan furnitur yang paling bagus dengan harga paling mahal yang karena berasal dari potongan kayu tanpa diolah. Berikut ini adalah jenis kayu solid yang dikenal karena kualitas dan teksturnya yang indah pada berbagai produk furnitur. 
1) Kayu mahoni 
2) Kayu jati 
3) Kayu sungkai 
4) Kayu pinus 
5) Kayu bambu 
6) Kayu oak 



     Kelebihan dari kayu solid adalah sebagai berikut. 
  1. Kayu solid dapat bertahan hingga lebih dari 15 tahun bergantung pada kondisi cuaca dan perawatannya.
  2. Kayu solid juga tahan terhadap air dalam jangka waktu yang relatif lama asal tidak terendam selama berbulan-bulan.
  3. Kayu solid merupakan pilihan terbaik untuk furnitur kayu karena kualitasnya yang variatif dan terukur sehingga rnudah untuk memilihnya.
  4. Aneka macam warna alami yang dimiliki oleh jenis-jenis kayu solid juga memiliki banyak pilihan. 
  5. Secara arsitektur, kayu solid juga memiliki keindahan yang menjadi ciri khas.
  6. Penggunaan material kayu solid akan memberikan kesan hangat pada ruangan.
  7. Kayu solid relatif mudah dibentuk dan diproses untuk berbagai macam desain yang diinginkan. 
    Adapun kekurangan dari kayu solid adalah sebagai berikut. 
  1. Solid wood kurang tahan terhadap api atau mudah terbakar.
  2. Kayu solid haws diperhatikan perawatannya untuk menjaga furnitur kayu lebih tahan lama dan menghindari kerusakan.
  3. Paparan sinar matahari yang secara langsung dan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada furnitur berbahan kayu solid.
  4. Kelembaban yang terlalu tinggi akan mengembangkan kayu hingga retak, sementara kelembaban yang terlalu rendah akan mengerutkan kayu sehingga memungkinkan tumbuhnya jamur serta serangga perusak lainnya.
b. Kayu olahan 
Kayu olahan adalah material interior yang dibuat dari partikel atau serbuk kayu maupun serat kayu. Adapun jenis kayu olahan adalah sebagai berikut. 

1) Kayu Lapis atau Plywood 
Plywood/multipleks adalah papan material yang tersusun dari beberapa lapis kayu melalui proses perekatan dan pemampatan tekanan tinggi. Plywood terdiri dari kombinasi lapisan serat-serat dan kulit kayu dengan lapisan permukaan luar lebih kuat daripada lapisan tengah. Hal tersebut berfungsi untuk mereduksi pemuaian dan tekanan tekuk. Sifat dasar plywood tidak mudah ditekuk, lebih tahan cuaca, dan mudah dibentuk terutama untuk pembuatan furnitur rumah tinggal. 

Sumber : courtina.id


    Kelebihan dari plywood/multipleks adalah 
  1. kuat terhadap cuaca dan Jaya tekuk; 
  2. lebih kokoh sebagai rangka utama furnitur/mebel; dan
  3. lebih tahan terhadap air. 

    Adapun kekurangan dari plywood adalah 
  1. beberapa kualitas plywood tidak memiliki permukaan mulus dan halus, kadang ditemukan permukaan yang bergelombang;
  2. bersifat keras sehingga untuk menggabungkan beberapa plywood perlu menggunakan paku tembak atau paku besi biasa;
  3. presisi ketebalan kurang bagus; dan
  4. sulit untuk langsung di-finishing.

Sabtu, 13 November 2021

MENERAPKAN GAYA DAN TEMA

 

MEMAHAMI PRINSIP DESAIN INTERIOR

 

Setiap orang pasti menginginkan suatu ruangan dengan desain interior yang bagus dan nyaman, banyak interior yang dirancang memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri. Namun membuat suatu ruangan yang bagus dan nyaman tidak semudah yang dibayangkan, banyak aspek dan prinsip yang harus kita ketahui untuk dapat mewujudkannya. Faktanya kami pun sebagai kontraktor interior Indonesia selalu menggunakan prinsip-prinsip dalam setiap pengaturan desain interior, sehingga hasilnya selalu memuaskan.

Bagi yang ingin menata suatu ruangan dengan desain interior yang bagus, unik, dan nyaman, terdapat beberapa prinsip yang wajib diketahui. Dengan mengetahui prinsip-prinsip dasar desain interior maka akan mempermudah dan menginspirasi, diantaranya adalah sebagai berikut:

Terdapat tujuh prinsip dasar yang diwadahi dalam interior design, antara lain :

1.    Sequence atau Urutan Sebagai Awal Prinsip Desain Interior

Saat memasuki sebuah ruang, ada tatanan atau urutan kegiatan yang biasa dilakukan dalam ruang itu. Misalnya, saat akan memasuki ruang tamu, alas kaki akan dibuka dan diletakkan di tempatnya, menggantung kunci rumah, meletakkan tas, lalu menuju ke ruang lain.

Nah, urutan inilah yang harus diperhatikan saat meletakkan perabotan dalam ruang agar setiap kebiasaan kegiatan yang dilakukan dapat mengalir dengan nyaman. Walau secara garis besar kegiatan yang terjadi di tiap ruang hampir sama, ruang tidur untuk tidur, ruang keluarga untuk tempat berkumpul keluarga, namun detail kebiasaan akan berbeda antar tiap keluarga.

Detail urutan ini yang harus diperhatikan, diikutsertakan dalam rancangan desain, dan atau dikemukakan pada desainer jika memerlukan jasanya.


Figure 1 Sumber: elledecor.com

2.    Keseimbangan (Balance)

Keseimbangan berarti tidak “berat” sebelah. Tidak terlalu condong ke sisi sebelah kanan atau kiri atau atas dan sebagainya. Segala sesuatu yang seimbang akan menciptakan unity dan harmony.

Keseimbangan dibagi menjadi 3 yaitu:

      Keseimbangan Simetris: Keseimbangan simetris terjadi apabila berat visual dari elemen-elemen desain terbagi secara merata baik dari segi horizontal maupun vertikal. Gaya ini mengandalkan keseimbangan berupa dua elemen yang mirip dari dua sisi yang berbeda.

      Keseimbangan Asimetris: Keseimbangan asimetris terjadi ketika berat visual dari elemen desain tidak merata di poros tengah halaman. Gaya ini mengandalkan permainan visual seperti skala, kontras, warna untuk mencapai keseimbangan dengan tidak beraturan.

      Keseimbangan Radial:   Adalah ketika semua element desain tersusun dan berpusat di tengah. Misalnya: Tangga berbentuk spiral.

Figure 2 : Sumber: home-designing.com

3.    Unity and Harmony

Setiap unsur-unsur desain harus saling menyatu dengan baik, saling mendukung, melengkapi, menyatu dan terlihat harmonis. Dengan adanya kesatuan dan harmonisasi dalam setiap unsur-unsur desain, maka akan terlihat sempurna dan sesuai dengan konsep yang sudah ditentukan. Misalnya keserasian antara warna, pola, bentuk dan material desain.

Figure 3 Sumber: decoist.com

4.    Proporsi

Proporsi berkaitan dengan kesesuaian dimensi dari elemen-elemen pembentuk ruang dan posisinya dalam ruang. Memang setiap perabotan yang dijual di pasaran sudah dibuat mengikuti standar arsitektur yang dianggap nyaman untuk sebagian besar orang.

 

Figure 4 Sumber: decoist.com

Namun, proporsi tubuh setiap orang berbeda dengan tuntutan tingkat kenyamanan yang berbeda pula. Apalagi jika proporsinya sangat berbeda dari orang kebanyakan. Pastinya, dimensi elemen pembentuk ruang yang nyaman untuknya akan sangat berbeda dan menuntut desain khusus.

5.    Ritme/ Irama, Menciptakan Efek pada Ruang

Dalam desain interior, ritme adalah semua pola pengulangan tentang visual. Ritme didefinisikan sebagai kontinuitas atau pergerakan terorganisir.

Irama atau ritme atau pengulangan yang terlihat dalam penataan ruang, berupa pola gerak yang terorganisir dan memberikan efek dan suasana tertentu bagi setiap orang yang berada dalam ruang itu. Pengulangan atau repetisi ini akan terasa nyaman jika variasi bentuk, warna, dan perabotan tertata dengan harmonis.

Figure 5 Sumber: home-designing.com

6.    Vocal Point

Vocal Point disini maksudnya adalah aksen yang menjadi daya tarik ruangan. Bisa satu atau lebih. Misalnya vocal point pada ruangan adalah jendela besar yang ada di ruangan, perapian atau bisa juga lukisan. Pemberian warna atau detail dan bentuk tertentu juga dapat dijadikan sebagai vocal point.

Figure 6 Sumber: hgtvhome.sndimg.com

7.    Detail

Detail pada desain interior mencakup segala kelengkapan yang ada pada ruangan. Mulai dari furniture utama, furniture tambahan, hingga furniture artivasial. Detail-detail tersebut juga berpengaruh besar terhadap suasana ruang yang tercipta.

Figure 7 Sumber: home-designing.com

8.    Warna

Warna pada desain interior berpengaruh terhadap mood dan suasana ruang. Warna-warna yang soft akan cenderung menciptakan suasana ruang yang menenangkan, sedangkan warna-warna cerah akan memberikan suasana ruang yang menyegarkan.

 


Referensi :

https://furniterus.com/

https://ilham07081995.blogspot.com/

 

KEBUTUHAN PEKERJAAN DESAIN INTERIOR


“Desain interior adalah praktek kreatif yang menganalisis informasi program, menetapkan arah konseptual, memurnikan arah desain, dan menghasilkan komunikasi grafis dan dokumen konstruksi. Dalam beberapa yurisdiksi, desainer interior harus memiliki lisensi untuk berlatih “

 Sumber: Wikipedia


sumber : www.wikipedia.org
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbali/kelingking-seni-rupa-di-daerah-sumbawa/


Materi untuk Kompetensi Dasar 3.2 Kebutuhan Pekerjaan Desain Interior bisa di lihat DISINI

    Selasa, 20 Juli 2021

    Makna dari Logo TUT WURI HANDAYANI

     




    Logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia adalah simbol yang digunakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dan insatansi di bawah naungannya. Simbol dengan semboyan tut wuri handayani yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara sang perintis pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia pada masa penjajahan Belanda.

    Berikut ini adalah rincian tentang makna yang terkandung dalam logo yang digunakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia:

    • Bidang segi lima berwarna biru yang tersirat makna kejujuran, ketenangan, kesetiaan, kehandalan, keharmonisan, kesabaran, dan kepekaan.
    • Semboyan tut wuri handayani digunakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam melaksanakan sistem pendidikannya. Pencantuman semboyan untuk penghargaan dan penghormatan bagi Ki Hajar Dewantara yang hari lahirnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
    • Garuda dengan belencong berapi di dadanya menggambarkan sifat berani, mandiri, dinamis, gagah perkasa, dan penuh semangat mengarungi angkasa luas. Sepasang sayap dan ekor berjumlah lima helai merujuk pada Pancasila sebagai asas negara.
    • Buku merupakan kiasan sumber ilmu pengetahuan sebagai kekuatan menjalani kehidupan.
    • Garuda dan buku berwarna putih berarti kesucian, kebersihan, dan keikhlasan. Warna api yang merah berkobar berarti keagungan dan keluhuran pengabdian yang penuh keberanian dan rela berkorban membela kebenaran dan kebaikan.


    https://id.wikipedia.org/wiki/Logo_Kementerian_Pendidikan_dan_Kebudayaan_Indonesia